Tapabrata dianggap oleh para penganut agami Jawi sebagai suatu hal
yang sangat penting, Dalam kesusateraan kuno orang kuno, konsep tapa dan
tapabratadiambil langsung dari konsep Hindu tapas, yang berasal dari buku-buku
Veda. Selama berabad-abad para pertapa dianggap sebagai orang keramat, dan
anggapan bahwa dengan menjalankan kehidupan yang ketat dengan disiplin tinggi,
serta mampu menahan hawa nafsu, orang dapat mencapai tujuan-tujuan yang sangat
penting. Dalam cerita-cerita wayang kita
sering dapat menjumpai adanya tokoh pahlawan yang menjalankan tapa.
Orang jawa mengenal berbagai cara bertapa, dan cara-cara itu telah
disebutkan oleh J. Knebel (1897 : 119-120 ) dalam karangannya mengenai kisah
Darmakusuma, murid dari seorang wali di abad ke 16, berbagai cara menjalankan
tapa adalah:
1. Tapa mangan, dilakukan
dengan jalan tidak tidur, tetapi boleh makan.
2. Tapa ngalong, dengan
bergantung terbalik, dengan kedua kaki diikat pada dahan sebuah pohon.
3. Tapa nguwat, yaitu
bersamadi disamping makam nenek moyang anggota keluarga, atau orang keramat,
untuk suatu jangka waktu tertentu.
4. Tapa bisu, dengan
menahan diri untuk tidak berbicara, cara bertapa semacam ini biasanya didahului
oleh suatu janji.
5. Tapa bolot, yaitu tidak
dan tidak membersihkan diri selama jangka waktu tertentu.
6. Tapa ngidang, dengan
jalan menyingkir sendiri ke dalam hutan.
7. Tapa ngramban, dengan
menyendiri di dalam hutan dan hanya makan tumbuh-tumbuhan
8. Tapa ngambang, dengan
jalan merendam diri di tengah sungai selama beberapa waktu yang sudah
ditentukan.
9. Tapa ngeli, adalah cara
bersamadi dengan membiarkan diri dihanyutkan arus air di atas sebuah rakit.
10. Tapa tilem, dengan cara tidur untuk suatu jangka waktu tertentu
tanpa makan apa-apa.
11. Tapa mutih, yaitu hanya makan nasi saja, tanpa lauk pauk.
Ketiga jenis tapa yang tersebut terakhir, sebenarnya juga dilakukan
oleh orang-orang yang hanya menjalankan tirakat aja, oleh karena itu batas
antara tirakat dantapabrata itu tidak begitu jelas. Walaupun demikian bahwa
kita harus memperhatikan bahwa ke 11 jenis tapabrata itu jarang dilakukan
secara terpisah, semua biasanya dijalankan dengan tata urut tersendiri, atau
dilakukan dengan cara menggabung-gabungkan.
Oleh karena itu tapa semacam itu mirip dengan tapa pada orang hindu
dahulu, sehingga dengan demikian ada suatu perbedaan fungsional antara tirakat
dantapabrata. Namun sering terjadi bahwa orang melakukan tapabrata bersamaan
dengan samadi, dengan maksud untuk memperoleh wahyu. Tentu saja tujuan dari
tapa semacam ini adalah untuk mendapatkan kenikmatan duniawian, akhirnya perlu
disebutkan bahwa pada orang Jawa tapa merupakan salah satu cara penting dan
utama untuk bersatu dengan Tuhan.